Jumat, 11 Februari 2011

KUBAH TIMAH PUTIHNYA BERPENDAR DI LANGIT KAIRO

Ada satu ikon Kota Kairo yang selalu menghiasi buku-buku panduan wisata bagi para turis. Yaitu, Masjid Muhammad Ali Pasha. Masjid dalam Benteng Shalahuddin itu sungguh indah. Kubahnya yang berlapis timah putih berpendar di langit Kairo, terlihat dari berbagai penjuru kota. Apalagi, benteng tersebut memang berada di Bukit Muqattam yang tinggi.
Masjid yang didirikan pada 1830, zaman Sultan Ali Pasha, itu kini sudah berusia 180 tahun. Masjid tersebut dibangun Yusuf Bushnak, arsitek dari Turki kelahiran Bosnia. Desainnya mengadaptasi bangunan-bangunan Romawi dan Eropa modern. Tempat ibadah itu berlokasi di bagian tertinggi Benteng Shalahuddin sehingga harus menghancurkan dua bangunan bekas istana Mamluk, yang pernah berkuasa di Mesir.
Saya sengaja datang Jumat. Sebab, pada hari itu masjid agung tersebut tidak digunakan untuk salat lima waktu. Ruang masjidnya luas dengan desain akustik yang memukau. Tata suara dalam masjid didesain sedemikian rupa. Karena itu, suara muazin yang mengumandangkan azan tanpa pengeras suara pun tetap terdengar cukup jelas. Apalagi menggunakan mikrofon, suara khatib yang berkhotbah bergema dengan megah.
Desain konstruksinya juga hebat. Kubahnya yang setinggi 52 meter hanya disangga empat tiang dengan bentangan lebih dari 25 meter. Apalagi, bagian dalam kubah tersebut masih dibebani lampu gantung khas Eropa yang berbobot lebih dari 2 ton. Sedangkan di bagian luar, menjulang menara-menara setinggi 82 meter. Saya dan teman saya yang berpendidikan teknik sipil berdecak kagum kala mengamati bangunan itu.
Kubah tersebut tidak hanya indah dari luar. Dari dalam masjid pun, eloknya bukan main. Selain ornamen, kubah utamanya disanggah empat kubah berbentuk setengah lingkaran yang berukuran lebih kecil. Di situlah kecerdikan sang arsitek. Dia bisa memadukan kebutuhan artistik dan kekuatan konstruksi.
Di pojok-pojok pertemuan antarkubah utama dan pendukung terdapat kaligrafi nama-nama khalifah pada zaman Khulafaur Rasyidin. Yakni, Abu Bakar, Umar bin Khathab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sedangkan bagian atas mihrab bertulisan Allah dan Muhammad Rasulullah.
Warna hijau dan emas mendominasi dekorasi interior masjid. Berpadu dengan batu onyx dan marmer putih bergurat-gurat cokelat. Sedangkan karpet merah menyala tergelar di lantainya. Sungguh kombinasi yang benar-benar indah. Masjid dengan desain modern itu menunjukkan cita rasa Sultan Ali Pasha yang tinggi. Dia ingin menampilkan Islam Mesir dalam wajah modern.
Padahal, Ali Pasha bukan orang Mesir asli. Dia orang Albania asal Kavalla yang datang ke Mesir sebagai panglima pasukan Turki utusan Dinasti Usmani. Ali dikirim untuk membantu rakyat Mesir melawan pasukan Prancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte yang menjajah Mesir.
Keberhasilan memukul mundur tentara Napoleon mengantarkan Ali menduduki jabatan gubernur Mesir. Dia mendapatkan dukungan rakyat dan memperoleh restu ulama-ulama Al Azhar. Maka, sejak itulah dia merintis Dinasti Muhammad Ali Pasha yang menjadi kerajaan terakhir di Mesir. Ali berkuasa di Mesir selama 44 tahun (1805-1849).
Pemerintahannya bergaya militer. Untuk menstabilkan situasi dalam negeri, Ali perlu menumpas petinggi-petinggi Mamluk yang menguasai Mesir pada generasi sebelumnya. Ratusan petinggi Mamluk diundang makan di istana, kemudian dihabisi tanpa ada yang tersisa. Konon, jumlahnya tak kurang dari 500 orang.
Sultan yang kontroversial itu mengembangkan Mesir modern dengan dibantu anaknya, Ibrahim Pasha. Di bawah kendali bapak-anak tersebut, kekuasaan Mesir meluas sampai Syria, Palestina, Yaman, Saudi Arabia, bahkan Oman, Iraq, dan Bahrain. Ali bercita-cita membuat imperium Islam baru untuk menyaingi Dinasti Usmani, Turki, yang mengutusnya. Tetapi, pada akhirnya kekuasaan Ali bisa ditekan Turki yang bersekutu dengan Inggris dan Prancis. Sejak itulah intervensi dunia Barat masuk ke Mesir hingga kini.
Pada zaman Dinasti Ali Pasha itulah Mesir berkembang menjadi negara yang berorientasi ke Barat, khususnya Eropa. Lebih khusus lagi, ke Prancis. Ali mengirim banyak pelajar untuk bersekolah di Eropa. Dia juga melakukan berbagai kerja sama ekonomi dan perdagangan serta mengembangkan sistem administrasi pemerintahan, arsitektur, seni budaya, dan konstruksi bangunan.
Pada zaman Muhammad Ali pula, Mesir membangun bendungan-bendungan baru, memperbaiki kanal-kanal pengairan Sungai Nil, dan menumbuhkan sektor pertanian. Dia memberikan perhatian lebih kepada komoditas kapas dan tebu. Dia juga memperkuat armada militer sehingga sangat disegani di kawasan Timur Tengah.
Dinasti Ali Pasha runtuh pada zaman Raja Farouq, tepatnya 1952. Raja yang terkenal hidup mewah itu dikudeta rakyat Mesir di bawah pimpinan Jenderal Muhammad Najib dan Gamal Abdul Nasser, yang kemudian mereformasi pemerintahan Mesir menjadi republik pada 1953. Sistem pemerintahan itu bertahan hingga sekarang. Sedangkan Raja Farouq diasingkan ke Monaco sampai meninggal. Raja berbobot 140 kg tersebut wafat di atas meja makan saat jamuan di Roma, Italia, dalam usia 45 tahun.
Setelah Ali wafat, keturunannya meneruskan kebijakan membawa Mesir ke Western-minded. Pada era Said Pasha, Mesir membangun Terusan Suez bekerja sama dengan Inggris dan Ferdinand de Lesseps dari Prancis. Kanal strategis itu menjadi salah satu sumber pemasukan yang signifikan, yang kelak menjadi rebutan tiga negara pengelola (Mesir, Inggris, dan Prancis). Sampai kini, Terusan Suez menjadi jalur kapal-kapal besar berlalu lalang antara Laut Mediterania dan Laut Merah.
Begitu banyak kisah yang dihamparkan Allah di sekitar kita. Ada yang baik. Ada juga yang buruk. Semua mengandung hikmah bagi kita agar menjadi orang yang lebih baik pada masa depan. Sedangkan orang sukses adalah orang yang bisa mengendalikan diri untuk selalu berbuat baik. Itulah yang dalam Alquran disebut sebagai orang bertakwa. Sementara itu, orang zalim adalah pihak yang tak mampu mengendalikan dorongan hawa nafsu sehingga mencelakakan diri sendiri di dunia maupun akhirat.
"Maka, pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan? Allah membiarkannya tersesat berdasar ilmu-Nya. Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya. Maka, siapakah yang akan memberinya petunjuk selain Allah? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 45: 23)."

Jumat, 04 Februari 2011

KINCIR NABI YUSUF DI KOTA SUBUR FAYOUM

DARI Tell Al Amarna, kami meneruskan perjalanan ke Kota Fayoum. Ini adalah kota paling subur di Mesir. Jaraknya sekitar 170 km dari Kota Minya, tempat kami bermalam. Lepas dari Minya, kami menelusuri jalan zira'i, melewati desa-desa di sepanjang pinggir Sungai Nil. Sungguh menyenangkan melewati kawasan hijau penuh pepohonan setelah berhari-hari berada di jalan sakhrawi dengan pemandangan padang pasir nan tandus.
Berbelok ke arah barat, kami menyusuri sebuah kanal besar yang bersumber dari Sungai Nil sebagai aliran utamanya. Kanal itu dikenal sebagai Bahr Yusuf alias Sungai Nabi Yusuf. Sebenarnya, bukan hanya kanal itu yang mengairi kawasan Fayoum. Melainkan, ada lagi dua kanal yang mengapit tepi-tepi Kota Fayoum, yang bersumber dari Sungai Nil. Konon, kanal-kanal tersebut adalah peninggalan Nabi Yusuf yang hidup pada Zaman Pertengahan, Kerajaan Mesir kuno, sekitar abad ke-17 SM.
Ketika itu, sebagian besar kawasan Timur Tengah sedang dilanda musim kering berkepanjangan. Maka, Nabi Yusuf memperoleh kepercayaan dari raja yang berkuasa untuk mengatasi musim kering yang melanda selama tujuh tahun berturut-turut. Nabi Yusuf lantas membangun Kota Fayoum untuk dijadikan lumbung makanan bagi negeri Mesir dan sekitarnya.
Selama tujuh tahun menjelang datangnya musim paceklik itu, Nabi Yusuf berhasil menumpuk makanan sebanyak-banyaknya dari hasil pertanian di Kota Fayoum. Hasil kerja selama tujuh tahun berhasil mengatasi musim paceklik selama tujuh tahun berikutnya. Begitulah yang dijelaskan panjang lebar dalam Alquran, Surat Yusuf.
Bukan hanya orang-orang Mesir yang menerima berkah dari Kota Fayoum. Penduduk negeri-negeri di sekitar Mesir juga mendapatkannya. Di antaranya, Bani Israil yang tinggal di kawasan Palestina. Digambarkan dalam Alquran, saudara-saudara Yusuf berdatangan ke Mesir untuk meminta bantuan makanan untuk dibawa pulang ke Palestina yang berjarak ratusan kilometer dari Fayoum.
Setelah mereka tahu bahwa Yusuf yang menjadi pembesar di ibu kota Mesir itu adalah saudara mereka, serombongan besar keluarga Nabi Ya'kub pun hijrah untuk menetap di Mesir. Itu terbukti dalam penelitian arkeologi modern, kawasan Fayoum ternyata pernah menjadi permukiman bangsa Yahudi.
Orang-orang Yahudi saat itu bisa memperoleh izin tinggal di sana karena yang berkuasa di Mesir waktu itu adalah bangsa Hyksos yang berasal dari kawasan dekat Palestina. Pada masa-masa itu, Kerajaan Mesir kuno memang mengalami kemunduran dan dijajah bangsa-bangsa lain.
Secara garis besar, Kerajaan Mesir kuno terbagi dalam empat era. Yakni, Old Kingdom (abad 30-21 SM), Middle Kingdom (abad 21-16 SM), New Kingdom (abad 16-7 SM), dan yang terakhir adalah era Late Period (7-1 SM).
Pada era Old Kingdom dan New Kingdom itulah Mesir dikuasai para Firaun. Sedangkan pada era Middle Kingdom dan Late Period, Kerajaan Mesir terpecah-belah menjadi kekuasaan-kekuasaan kecil dan dijajah sejumlah bangsa asing. Sampai akhirnya jatuh ke tangan Yunani-Romawi pada akhir pergantian abad Masehi dan sesudahnya.
Nama ''Fayoum'' berasal dari bahasa Koptik. Yaitu, bahasa Mesir kuno yang sudah bercampur dengan bahasa Yunani: Phiom atau Pa-youm yang bermakna danau atau laut. Di kawasan itu memang terdapat danau cukup besar yang terbentuk sejak berabad silam. Danau tersebut memiliki ketinggian 45 meter di bawah laut, sehingga sulit menggunakan air danau untuk mengairi kawasan yang lebih tinggi di sekitarnya.
Karena itu, di sinilah kecerdikan Nabi Yusuf. Beliau mengalirkan air dari Sungai Nil yang berjarak sekitar 100 km ke danau tersebut. Ada beberapa kanal yang dilewatkan ke daerah pertanian seluas 340.000 hektare di Kota Fayoum.
Untuk meratakan distribusi irigasinya, Nabi Yusuf menggunakan teknik kincir air. Ada ratusan kincir air yang dipakai penduduk hingga sekarang. Salah satunya kincir raksasa yang diabadikan di tengah-tengah Kota Fayoum, dekat kanal utama yang dikenal sebagai Bahr Yusufalias Kanal Nabi Yusuf.
Kini, Kota Fayoum menjadi lumbung padi bagi negeri Mesir. Berbagai macam hasil pertanian dikirim dari kota tua yang subur tersebut. Karena itu, banyak ungkapan yang bersifat pujian terhadap makanan yang lezat dikaitkan dengan Kota Fayoum. Misalnya, ayam Fayoumi atau ayam yang berasa lezat.
Memang benar adanya. Sebab, saya sempat berbuka puasa di kota itu dengan menu ayam Fayoumi. Demikian pula buah-buahan, sayuran, dan hasil pertanian yang baik-baik disebut sebagai Fayoumi...!
Nabi Yusuf adalah nabi keturunan Israil, atau sering disebut Bani Israil. Sebab, Israil adalah nama lain Nabi Ya'kub. Anak-anaknya berjumlah 12 orang, yang kelak menjadi 12 suku dalam Bani Israil pada zaman Nabi Musa.
Yusuf kecil dijahati oleh saudara-saudaranya dan dibuang ke sebuah sumur di kawasan Sinai. Yusuf ditemukan oleh seorang pedagang karavan dari negeri Madyan yang sedang lewat di daerah itu untuk mengambil air di sumur. Yusuf lantas dibawa pedagang tersebut untuk dijual di Mesir. Kawasan tempat menjual Yusuf itu adalah Fayoum. Kawasan tersebut memang menjadi tempat pemberhentian para pedagang karavan dari berbagai negara di sekitar Mesir.
Di Fayoum itulah Yusuf dibeli oleh seorang pembesar bernama Potiphar, orang Hyksos yang dekat dengan kalangan istana. Sayang, istri Potiphar mengakibatkan Yusuf dipenjara dengan tuduhan hendak memerkosanya. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah sebaliknya.
Wanita yang di dalam Alquran dikenal dengan nama Zulaikha itulah yang sebenarnya membujuk Yusuf untuk berlaku serong dan Yusuf berlari keluar ruangan. Celakanya, di depan pintu, ada suami Zulaikha yang lebih percaya kepada istrinya daripada Yusuf. Karena itu, Yusuf pun masuk penjara tanpa proses pengadilan.
Yusuf dipenjara selama tujuh tahun. Tapi, di sanalah dia justru memperoleh ilmu hikmah untuk menakwilkan mimpi yang kelak mengantarkan dirinya menjadi seorang kepercayaan raja. Sang raja bermimpi ada tujuh ekor sapi kurus yang memakan tujuh tangkai padi yang gemuk. Para pendeta pagan di sekelilingnya tidak ada yang bisa menakwili.
Tapi, Yusuf memberikan makna yang tepat tentang mimpi sang raja itu. Yakni, Mesir akan mengalami masa paceklik selama tujuh tahun setelah masa panen raya selama tujuh tahun. ''Yusuf berkata kepada raja: Jadikanlah aku seorang yang berkuasa untuk mengelola (hasil) bumi (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan'' (QS 12: 55).
Maka, atas bimbingan Allah, Yusuf membangun Kota Fayoum menjadi kota yang subur dan membekas hingga sekarang. Karya orang-orang yang berilmu, yang diniatkan ikhlas karena Allah semata, adalah karya abadi yang akan membawa manfaat buat umat manusia. (bersambung)

Rabu, 02 Februari 2011

BAIT AL-HIKMAH : Pintu Peradaban Islam

oleh: Akhmad Fakhrur Rouzi, SHI (Guru al-Islam)

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah
Perkembangan awal Islam tidak bisa dilepaskan dari perkembangan pengetahuan. Salah satu pintu yang cukup fenomenal yang digunakan oleh penguasa Islam pada waktu itu dalam mensyiarkan ajaran Islam adalah melalui pintu pendidikan atau pengetahuan. Dikatakan fenomenal dikarenakan melalui pintu ini ternyata Islam bisa dikenal dan menjadi rujukan ilmu pengetahuan dari berbagai penjuru dunia. Dan yang lebih menghenyakan lagi adalah melaui pintu ini juga bermunculan ilmuwan-ilmuwan Muslim yang hasil karyanya masih memiliki peran sentral dalam dunia pengetahuan modern saat ini.
Ada sebuah legenda seorang kakek tua yang setiap hari menggali
dibawah gunung. Setiap orang yang lewat bertanya, "Kakek apa yang
sedang anda kerjakan?" Kakek tua itu menjawab, "saya hendak
memindahkan gunung." "Bagaimana mungkin anda hendak memindahkan
gunung? Umur anda saja tidak akan lama lagi?" kakek tua itu
menjawab, "kalau pekerjaan ini tidak selesai akan diteruskan oleh
anak saya, anak saya tidak selesai akan diteruskan oleh cucu
saya..sampai gunung ini mampu dipindahkan." Maka sejak itu orang-
orang menyebutnya "kakek tua gila."
Cerita diatas adalah sebuah gambaran Spirit of Power dari orang yang
hendak membangun peradaban umat. Di masa Bani Abbasiyah Spirit of
Power juga dimiliki oleh seorang Khalifah yang bernama Al-Makmun
dengan membuat Baitul Hikmah yaitu Rumah Pustaka. Para cendikiawan
dan inetelektual muslim yang menterjemahkan tulisan-tulisan filsuf
Yunani, Romawi kedalam bahasa arab mendapat penghargaan yang sangat
tinggi dari Al-Makmun. Perkembangan dunia Islam mengalami
perkembangan yang sangat pesat dengan melalui ilmu pengetahuan.
Baitul Hikmah telah mendorong perubahan yang sangat luar biasa di
dunia Islam, seperti Ilmu Mantik, kedokteran, Fisika, ilmu
kemasyakatan menjadi area diskusi publik umat saat itu, bahkan juga saat sekarang ini. Baitul Hikmah sebuah pustaka yang memiliki peran terhadap perubahan wacana umat, dan melalui titik inilah peradaban Islam perkembang dengan begtu pesatnya. Oleh karena itu dalam makalah ini akan penulis ulas sedikit berkaitan dengan sang fenomenal “Baitul Hikmah”.
II. Rumusan Masalah
Untuk lebih memfokuskan pembahasan dalam makalah ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Latar belakang berdirinya baitul hikmah ?
2. Apa saja sumbangsih baitul hikmah dalam perkembangan peradaban Islam ?

BAB II
PEMBAHASAN

I. Latar Belakang Berdirinya Baitul Hikmah
Kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan mengalami perkembangan pada Bani Abbasiyah, mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid (736-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Kedua penguasa tersebut menekankan pada pengembangan dan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam, ketimbang peluasan wilayah seperti di masa Bani Umayyah. Inilah pokok perbedaan antara Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah.
Khalifah Harun Ar-Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan sosial seperti rumah sakit, lembaga pendidikan dan lembaga farmasi pun didirikan. Disamping itu, sarana kesejahteraan umum diperhatikan, pemandian-pemandian umum juga dibangun, begitu juga jalan-jalan umum.
Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani Abbasiyah salah satunya adalah Bait Al-Hikmah.
Pendirian lembaga Bait Al-Hikmah atau wisma kebijaksanaan dilakukan oleh khalifah Al-Makmun. Dalam lembaga pendidikan tersebut merupakan wujud keinginan mengulang (meniru) lembaga “hebat” yang didirikan oleh orang-orang Kristen Neotorians, yakni Gondeshapur yang salah satu tokohnya Gorgius Gabriel. Dan itu menjadikan Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Lembaga pendidikan terdiri atas dua tempat, pertama: Maktab dan Masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tulisan. Kedua: tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang yang ahli pada bidangnya masing-masing.
Gerakan terjemahan yang berlangsung pada tiga fase. Pertama, pada masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, berlangsung mulai masa khalifah Al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah buku filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas.
Darul hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan peradaban pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intellect yang hebat yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh ilmu-ilmu pengetahuan zaman kuno.
Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya lembaga-lembaga ini ada pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing, terutama ilmu pengetahuan orang Greek dan falsafah mereka ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari. Pada waktu itulah telah diterjemahkan kitab-kitab berbahasa asing ke dalam bahasa Arab, dan telah menghasilkan ulama-ulama yang terkenal, diantaranya Khuwarrazmi sebagai ahli ilmu falak yang terkenal dan Abu Ja’far Muhammad sebagai ahli bidang ilmu ukur dan manthiq.
Kemudian Kerajaan Fatimiyah di Mesir meniru pula kerajaan Abbasiyah, maka mereka ini pun mendirikan Darul Ilmi, seperti lembaga Bagdad abad ke IV. Di sana dipelajari ilmu falaq, ilmu-ilmu orang Yunani, disamping mempelajari ilmu-ilmu Islam. Menurut keterangan dari Al-Maqrizi bahwa Darul Hikmah di Mesir pada tahun 395 H dan disitulah berkumpul para fuqaha’, dan kesitu pulalah di bawa kitab dari istana-istana untuk dibaca dan dipelajari oleh orang-orang yang berkeinginan untuk memperoleh ilmu pengetahuannya. Disitulah berkumpul ahli nahwu, ahli bahasa dan dokter-dokter dengan mendapat pelayan dari pelayan-pelayan yang bekerja di situ.
Dalam Darul Hikmah ini lah semua lapisan orang diperbolehkan masuk ke dalam gedung ini untuk membaca buku-buku yang ada di sana. Bahkan orang-orang yang ingin menyalin dan menulis telah disediakan kertas, pena dan tinta. Lembaga ini merupakan perpustakaan-perpustakaan yang dipelihara oleh sebagian besar para ulama yang mempunyai keahlian dalam berbagai ilmu pengetahuan yang mengajar serta memberi penjelasan-penjelasan kepada orang-orang yang mengunjungi perpustakaan tersebut.
Lembaga ini adalah mirip dengan universitas dewasa ini, dalam pengertian di sana belajar segolongan pelajar dari bermacam-macam ilmu pengetahuan secara mendalam dan pikiran yang bebas. Adanya hubungan yang erat di antara perpustakaan dengan lembaga ini merupakan faktor yang besar untuk mencapai tujuan ini.
Lembaga pendidikan ini didirikan berkat adanya usaha dan bantuan dari orang-orang yang memegang pimpinan dan pemerintahan, dan jumlahnya pun sangat kecil dan usianya pun pendek, jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lain, dan juga ia tidak begitu meluas ke negeri-negeri Islam yang lain. Ia terbatas dalam berbagai negeri saja, seperti Persia, Iraq dan Mesir saja.
Motif berdirinya lembaga ini adalah untuk menggalakkan dan mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya klasik Yunani, Persia, Mesir dan lain-lain ke dalam bahasa Arab, khususnya umat Islam, dengan disertai transfer ilmu-ilmu kuno. Dengan berdirinya lembaga ini kegiatan penstranferan ilmu pengetahuan lebih intensif. Yaitu dengan cara Khalifah mengirimkan sastrawan, sejarawan dan ilmuwan-ilmuwan terbaiknya untuk ekspedisi di kawasan-kawasan kuno.
Menurut Dr. Oumar Faroukh, faktor yang mendorong umat Islam melakukan kegiatan in adalah:
1. Suasana keinginan antara Arab dengan yang lainnya
2. Keinginan untuk menguasai ilmu yang belum dimiliki
3. Legititmasi dan dorongan ayat-ayat al-Qur'an untuk menguasai ilmu pengetahuan.
4. Bahwa kemajuan ilmu pengetahuan merupakan suatu konsekuensi dari peningkatan kemakmuran dan kemajuan ekonomi.
Pesatnya perkembangan lembaga Baitul Hikmah mendorong lembaga ini memperluas peranannya, bukan hanya sebagai lembaga penerjemahan saja, tetapi juga meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Sebagai pusat dokumentasi dan pelayanan informasi keilmuan bagi masyarakat, melalui banyaknya perpustakaan umum di kota.
2. Sebagai pusat dan forum pengembangan keilmuan.
3. Sebagai pusat kegiatan perencanaan dan koordinasi pelaksanaan pendidikan
Setelah meluasnya peran lembaga tersebut, lembaga ini juga membawa dampak positif secara makro bagi masyarakat luas diantaranya:
1. Ditemukannya jalur “benang merah” yang menjelaskan rentangan sejarah perkembangan peradaban umat manusia sejak kurun waktu yang sangat tua, dan diperoleh kembali kekayaan warisan peradaban kuno yang bernilai tinggi dari Yunani, India, Persia dan lainnya.
2. Semakin tumbuh suburnya kondisi sosial yang favourable bagi perkembangan ilmu pengetahuan
3. Terjadinya integrasi sosial yang kian intensif dan berkurangnya sikap primordialisme.
II. Sumbangsih Baitul Hikmah dalam Perkembangan Peradaban Islam
Sumbangsih terbesar yang diberikan oleh baitul hikmah adalah dengan bermunculannya ilmuwan-ilmuwan Muslim yang ilmunya sampai hari ini masih punya bargaining power dalam dunia pendidikan modern. Diantaranya
1. Perkembangan Ilmu Naqli Ilmu Naqli adalah ilmu yang bersumber dari Naqli (Al-Qur’an dan Hadits), yaitu ilmu yang berhubungan dengan agama islam. Ilmu-ilmu itu diantaranya :
a. Ilmu tafsir Al-Qur’an adalah sumber utama dari agama islam. Oleh karena itu semua prilaku ummat islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa arab memahami arti yang terkandung didalamnya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkan. Ada dua cara penafsiran :
1) Tafsir Bil Ma’tsur, yaitu memikirkan Al-Qur’an dengan hadits Nabi.
Mufassir yang masyur dari golongan ini adalah :
 Ibnu Jair At-Thabary dengan tafsirnya sebanyak 30 juta.
 Ibnu Athiyah Al-Andalusi (abu muhammad ibnu Athiyah) 481-546 H.
 As-Suda yang mendasarkan penafsirannya pada ibnu abbas, ibnu mas’ud dan para sahabat yang blain (W. 127 H).
2) Tafsir Bir-Ra’yi, yaitu penafsiran Al-Qur’an dengan mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya.
Mufassirnya antara lain :
 Abu bakar asma (mu’tazilah) wafat 240 H.
 Abu muslim muhammad bin nashar al-isfahni (mu’tazilah) wafat 322 H.
b. Ilmu Kalam yang berjasa dalam menciptakan ilmu kalam adalah kaum mu’tazilah, karena mereka adalah pembela gigih terhadap islam dari serangan yahudi, nasrani dan wasani. Diantara pelopor dan ahli ilmu kalam yang terbesar adalah
 Washil ibn Atho
 Abu Hasan Al-Asyari
 Imam Ghazali
 Abu Husain Al-Allaf
c. Ilmu Tasawuf, Ilmu tasawuf adalah salah satu ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah. Bersamaan dengan lahirnya ilmu Tasawuf muncul pula ahli-ahli dan ulama-ulamanya, antara lain adalah :
- Al-Qusyairy (W 465 H) kitab beliau yang terkenal adalah Al-Rissalatul Qusy Airiyah.
- Syahabuddari, yaitu Abu Hafas Umar Ibn Muhammad Syahabuddari Sahrowardy, (W. 632 H) kitab karangannya adalah Awariffu Ma’arif
- Imam Ghazali (W. 502 H) kitab karangannya antara lain : Al-Basith, Maqasidul, Falsafah, Al-Manqizu Minad Dholal, Ihya Ulumuddin, Bidajatul Hidayah, Jawahirul Qur’an, dan lain-lain.
d. Ilmu bahasa, pada masa Bani Abbasiyah, ilmu bahsa tumbuh dan berkembang dengan suburnya, karena bahasa arab semakin dewasa dan menjadi bahasa internasional. Ilmu bahasa memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh, yang di maksud ilmu bahasa adalah Nahwu, Sharafi, Ma’ani, Bayan, Bad’arudh, Qamus, dan Insya. Diantara ulama-ulama yang termasyhur adalah :
 Sibawaihi (W. 153 H).
 Muaz Al-Harro (W. 187 H) mula-mula membuat Tashrif.
 Al-Kasai (W. 190 H) pengarang kitab tata bahasa.
 Abu Usman Al-Maziny (W. 249 H), karangannya banyak tentang Nahwu.
e. Ilmu Fiqh, zaman Abbasiyah yang merupakan zaman keemasan tamadun islam telah melahirkan ahli-ahli hukum (Fuqoha) yang tersohor dalam sejarah islam dengan kitab-kitab fiqh (hukum).
- Ahli hadits adalah aliran yaitu : aliran hadits dan ra’yi pemuka dari aliran ini adalah imam Malik dengan pengikutnya, pengikut imam Syafi’i, pengikut Sufyan, dan pengikut imam Hambali.
- Ahli ra’yi adalah aliran yang mempergunakan akal dan fikiran dan menggali hukum. Pemuka aliran ini adalah Abu Hanifah dan teman-temannya fuqaha dari irak.
2. Perkembangan Ilmu Aqli, ilmu Aqli adalah ilmu yang didasarkan kepada rasio, ilmu yang tergabung ilmu ini kebanyakan di kenal ummat islam berasal dari terjemahan asing.
a. Ilmu kedokteran, ilmu ini mulai mendapatkan perhatian ketika khalifah Al-Mansyur dari bani Abbas menderita sakit pada tahun 765 M, orang-orang yang terkenal sebagai dokter islam antara lain:
 Al-Razi (865-925 M) yang terkenal di dunia barat dengan sebutan Rozes. Salah satu karangannya yang termasyhur adalah “campak dan cacar” dan bukunya yang termasyhur lainnya “Al-Hawi”.
 Ibnu Sina, beliau menulis ensiklopedinya tentang ilmu kedokteran yang kemudian terkenal dengan nama Al-Qanun Fi Al-Thif, dan bukunya “Al-Qanun Fi Al thif” dianggap sebagai himpunan perbendaraan ilmu kedokteran. Penulis barat menjuluki Ibnu Sina sebagai “Bapak dokter’.
b. Ilmu Filsafat, antara lain :
 Al-Kandi
Al Kandi terkenal dengan sebutan ‘Filosuf Arab”. Beliau menganut aliran mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Al-Nadim dan Al-Dafthi menyebutkan karangan Al-Kandi sebanyak 238 buah yangb berisi filsafat, logika, ilmu hitung, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optik, ilmu matematika, dan lain sebagainya.
 Al-Farabi
Karangan Al-Farabi hanya berupa risalah (karangan pendek) jadi banyak karangannya tapi banyak juga yang tidak di kenal. Karangannya adalah :
a) Aghradh Ma Ba’da Al-Thabi’ah
b) Al-Jam’u Baina Ra’yi Al-Hakimin
c) Tahsil Al Sa’adah
d) Uyun Al-Masail
e) Ara’u Ahli Al-Madariyah Al-Fadhilah
f) Insha’u Al-Alum
 Al-Ghazali
Ia mengarang buku “Maqasid Al-Falasifah” yang menjelaskan pemikiran-pemikiran filsafat, terutama menurut Ibnu Sina, kemudian ia mengeritik dan menghancurkannya dengan bukunya “Tahaf’ut Al-Falsifah” (kekacauan para filosof). Karangannya yang lain adalah Ihya Ulumuddin.
 Ibnu Rusyd
Dalam bidangan kedokteran terdapat 16 jilid buku yang bernama “Kulliyat Fi Al-Thif” (aturan umum kedokteran) dalam ilmu hukum beliau mengarang Bidayat Al-Mujtahid.

BAB III
KESIMPULAN

Dari paparan di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa :
1. Latar belakang berdirinya baitul hikmah merupakan sebuah representasi khalifah ar-Rasyid dan penerusnya terhadap ilmu pengetahuan. Sehingga dengan berdirinya baitul hikmah ini, peradaban Islam bisa berkembang begitu pesat, serta dapat melahirkan tokoh-tokoh ilmuwan Muslim yang memiliki peran yang cukup dominan dalam kancah perkembangan ilmu pengetahuan pada saat itu. Sehingga baitul hikmah tidak hanya berfungsi sebagai sebuah perpustakaan saja tetapi lebih pada sebuah universitas pertama di dunia pada waktu itu. Dikatakan sebagai universitas karena disana terjadi proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) antara ilmuwan-ilmuwan dengan masyarakat yang dapat dengan mudah masuk ke dalam baitul hikmah.
2. Dari baitul hikmah inilah muncul ilmuwan-ilmuwan Muslim yang hasil karyanya memiliki peranan sentral dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada waktu itu dan ilmu pengetahuan pada zaman modern sekarang ini. Seperti karya Ibnu Sina yaitu Al-Qanun Fi Al-Thif yang menjadi buku perbendaharaan ilmu kedokteran terlengkap yang masih digunakan rujukan dokter-dokter pada era modern ini.

BIBLIOGRAFI

Armstrong, Karen, Islam : A SHORT HISTORY Sepintas Sejarah Islam,
Yogyakarta : Ikon Teralitera, 2002.
Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1979, Cet. I.
MufrodI, Ali, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta : Prenanda Media, 2003.
Solikin, M., Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2005.
Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta : Al-Husna Zikra, 1997.
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : Raja Garafindo Persada, 2004.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pres, 1997.